UPACARA TAWUR AGUNG KESANGA 2018
Persembahyangan Tawur Agung Sasih Kesanga 1940 Saka 2018.
Jumat, 16 Maret 2018, dilaksanakan di Candi Prambanan.
Prosesi Tawur Agung Kesanga
Merupakan upacara yang digelar oleh umat Hindu sehari jelang perayaan Nyepi.
Upacara ini berdasarkan konsep ajaran Tri Hita Karana, yakni menyelaraskan
hubungan dengan tiga elemen; manusia dengan Tuhan, Manusia dengan manusia dan
manusia dengan alam semesta.
Sehari sebelum perayaan nyepi,
ribuan umat dengan pakaian khas umat Hindu memenuhi pelataran Candi Prambanan
sejak pagi untuk mengikuti prosesi Tawur Agung Kesanga. Rangkaian upacara yang
terdiri dari mendak tirta, laku pradaksina, tawur agung, dan sembahyang bersama
ini bertujuan untuk membersihkan dan mewisuda bumi sebelum hari raya nyepi, yakni
dimana umat akan melaksanakan tapa brapa penyepian.
Tawur Agung Kesanga, rinci
wintoyo, juga berarti melapaskan sifat-sifat serakah yang melekat pada diri
manusia. Pengertian ini dilontarkan mengingat kata tawur berarti
‘mengembalikan’ atau ‘membayar’. “Manusia selalu mengambil sumber-sumber alam
untuk mempertahankan hidupnya. Perilaku mengambil perlu diimbangi dengan
perbuatan memberi, yaitu berupa persembahan yang ikhlas. Ini berarti, Tawur
Agung Kesanga bermakna memotivasi keseimbangan jiwa, “ katanya.
ketika saya bertanya kepada seorang
umat, apakah pakaian yang dipakai harus berwarna putih? Beliau menjawab:
sebenarnya pakaian apapun diperbolehkan, namun pakaian warna putih ini sebagai
simbol ketika kami mengahadap Tuhan, kami sebagai umat harus terlihat suci.
Namun masalah suci atau tidak biar Tuhan yang menilai. Dari bapak baik hati
yang tidak ingin disebutkan namanya.
Tawur Agung Kesanga diawali
dengan ritual pengambilan api abadi dan upacara tirta warih di situs Istana
Ratu Boko yang terletak di pinggang Pegunungan Batur Agung, tak jauh dari Candi
Prambanan. Proses pengambilan air suci atau mendak tirta ini, para umat
beriringan mengarak umbul-umbul, berbagai persembahan, gamelan ogoh-ogoh menuju
Candi Dewa Siwa.
Sementara itu di kawasan Candi Prambanan, umat yang datang segera mempersiapkan
diri, berbincang-bincang dan ada juga yang mengabadikan foto sembari menunggu arak-arakan tirta warih dari Candi
Ratu Boko datang.
Mempersiapkan sesaji untuk didoakan. |
Di waktu yang hampir bersamaan
juga dilaksanakan Persembahyangan Pinandita, Pengambilan Tirta warih dan
Pradaksina di Zona 1 Candi Prambanan.
Pinandita menuju Candi Siwa untuk melaksanakan Pradaksina atau mengelilingi candi tiga kali searah jarum jam. |
Api Abadi tiba di kompleks Candi Prambanan bersama dengan gunungan dan rombongan Tirta Warih dari Candi Ratu Boko. |
Rombongan pembawa Api Abadi menunggu selesainya Persembahyangan Pinandita setelah itu bersama-sama menuju Bale Pawedan untuk melaksanakan Upacara Tawur Agung. |
Umat yang membawa sesaji dan gunungan lantas menuju ke depan dan menaruhnya ke altar berupa meja panjang. |
Doa keselamatan bangsa memanjatkan doa kepada Tuhan untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari perpecahan ras, suku dan agama. |
Sebelum sampai ke acara puncak,
terlebih dahulu mempersilahkan sambutan dari beberapa tamu undangan antara
lain; Ketua Parisada Pusat, Plt. Gubernur Jawa Tengah dan Menteri Agama
Republik Indonesia.
Puncak acara Tawur Agung Kesanga
dimulai dengan Ida Sulinggih Munggah Bale memulai Upacara Mecaru Tawur Kesanga
dilanjutkan dengan Nyanyian Dharma : Kidung Bhagawad Gita Massal Tembang Jawa,
Persembahyangan Tawur Agung Sasih Kesanga 1940 Saka 2018 setelah itu Metirtha
dan Mebija lalu yang terakhir Paramashanti (salam penutup).
Pandita / pendeta memimpin pelaksanaan upacara puncak Tawur Agung Kesanga. |
Methirta atau menerima thirta sebagai
anugerah Hyang Widhi. Sudah sangat lazim kedua tangan tengadah kemudian kedua
tangan ditumpuk telapak tangan kanan diatas telapak tangan kiri, selanjutnya
para pemangku/pinandita akan memercikkan thirta ke ubun-ubun tiga kali, diminum
tiga kali kemudian diraupkan tiga kali. Tujuan pemercikkan ini adalah untuk
menyucikan pikiran, perkataan dan perbuatan.
Sedangkan Mebija dilakukan setelah selesai
Methirta yang merupakan rangkaian terakhir dari suatu persembahyangan. Wija
atau bija adalah biji beras yang dicuci menggunakan air biasa atau air cendana.
Bila dapat diusahakan beras galih, yaitu beras yang utuh/tidak patah (aksata).
Wija atau bija adalah lambang kumara, yaitu putra atau wija Bhatara Siwa. Jadi,
mewija atau mebija mengandung makna menumbuhkan kembangkan benih ke-Siwa-an itu
di dalam umat.
Pinandita memercikan air Tirta Warih ke umat yang hadir sebagai bentuk melaksanakan methirtha yang bertujuan untuk menyucikan pikiran, perkataan dan perbuatan. |
Bagian terakhir ialah Paramashanti (salam penutup). OM SHANTI
SHANTI SHANTI OM (Oh Hyang Widhi, Semoga selalu damai atas Karunia-Mu)
SEKIAN
Komentar
Posting Komentar